Rabu, 15 Februari 2012
Sabtu, 11 Februari 2012
PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI KEPRAMUKAAN
PERJUSAMI 10 s/d 12 Februari 2012 Pondok Pesantren Darul Falah-Langgapayung |
Pendidikan karakter
saat ini menjadi fokus program Kementerian Pendidikan Nasional. Di
setiap kesempatan Menteri Pendidikan yang asli Surabaya selalu
mengemukakan, agar pendidikan karakter diberikan sejak usia dini.
Mengapa demikian? Karena saat ini banyak kasus yang melibatkan anak
negeri ke arah perpecahan bangsa, mulai korupsi, tidak menghargai nyawa
orang lain, tidak menghargai orang tua, tidak disiplin, makelar kasus,
video porno serta kasus lainnya yang sudah keluar dari karakter
Bangsa Indonesia, yang dikenal ramah tamah, gotong royong, menghargai
orang lain. Tentu ada yang belum klik dengan proses Pendidikan selama
ini, disisi lain untuk membangun karakter bangsa yang beradab jalan yang
efektif melaui proses pendidikan.
Mengapa perlu
Pendidikan Karakter.
Setiap bangsa mempunyai
karakter budaya yang tidak sama. Karakter suatu bangsa bisa mengalami
berubahan bisa kearah yang lebih baik bahkan sebaliknya, bahkan bisa
hilang sama sekali. Hal ini tergantung bagaimana masyarakat tersebut
melindungi atau menjaga karakter budaya yang sudah diberikan oleh
nenekmoyangnya.
Pendidikan karakter terdiri
dari dua kalimat, yaitu pendidikan dan karakter. Pendidikan adalah
proses pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi muda untuk
peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang.
Sedangkan karakter yaitu watak, tabiat, akhlak atau kepribadian
seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan
yang dinyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang,
berpikir, bersikap dan bertindak. Maka Pendidikan karater yaitu proses
pewarisan budaya pada generasi muda untuk membentuk kepribadian sebagai
landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak.
Pendidikan karakter
tertuang dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 3 menyebutkan Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung. Sehingga pendidikan karakter sudah menjadi kewajiban yang
harus diberikan pada peserta didik dalam segala satuan pendidikan.
Dalam
tujuan pendidikan nasional, pendidikan karakter merupakan gambaran
tentang kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh satuan
pendidikan, serta menjadi dasar dalam mengembangkan pendidikan karakter
bangsa. Pendidikan karakter lebih mudah diberikan pada usia dini, hal
ini akan mudah diterima dan tersimpan dalam memori anak, akan membawa
pengaruh pada perkembangan watak dan pribadi anak hingga dewasa.
Menurut
Daniel Golemen dalam bukunya Kecerdasan Ganda menyebutkan bahwa
kecerdasan emosional dan sosial dalam kehidupan dibutuhkan 80%,
sedangkan kecerdasan intektual hanya sebesar 20%. Untuk itu pendidikan
karakter akan mudah diberikan melalui jalur pendidikan, salah satunya
adalah pendidika nonformal. Jadi kecerdasan emosional dan sosial lebih
membawa dampak pada perjalanan hidup bahkan karier anak dikemudian
hari. Berbagai media bisa digunakan untuk pendidikan karakter, salah
satunya melalui Kepramukaan.
Kepramukaan sebagai media
pendidikan karakter
Unsur didalam pendidikan
nonformal adalah pendidikan kepemudaan. Unsur yang ada di dalam
pendidikan kepemudaan adalah Gerakan Pramuka. Dalam UU No. 12 tahun
2010 tentang Gerakan Pramuka, disebutkan Gerakan Pramuka adalah
organisasi yang dibentuk oleh pramuka untuk menyelenggarakan pendidikan
kepramukaan.Gerakan pramuka merupakan wadah pendidikan generasi muda
usia 7 – 25 tahun, yang mempersiapkan anggotanya untuk mempunyai
karakter bangsa sesuai dengan dasa darma dan tri satya.
Tujuan dari Gerakan Pramuka
untuk membentuk setiap pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman,
bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin,
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup
sebagai kader bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa
dalam menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia,
mengamalkan Pancasila, serta melestarikan lingkungan hidup. Tujuan dari
Gerakan Pramuka sejalan dengan fokus pendidikan karakter yang menjadi
program utama Kementerian Pendidikan Nasional.
Dalam
menanamkan dan menumbuhkan karakter bangsa, dikepramukaan mempergunakan
10 pilar yang menjadi kode kehormatan. Kode kehormatan mempunyai makna
suatu norma (aturan) yang menjadi ukuran kesadaran mengenai akhlak yang
tersimpan dalam hati yang menyadari harga dirinya, serta menjadi
standard tingkah laku pramuka di masyarakat. 10 pilar tersebut bernama
dasa dharma, yaitu:
- Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia.
- Patriot yang sopan dan kesatria.
- Patuh dan suka bermusyawarah.
- Rela menolong dan tabah.
- Rajin,terampil dan gembira.
- Hemat,cermat dan bersahaja.
- Disiplin, berani dan setia.
- Bertanggung jawab dan dapat dipercaya dan
- Suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
Dalam mengimplemasikan 10 pilar tersebut,
antara anggota penggalang, penegak dan pandega hingga anggota dewasa
disesuaikan dengan perkembangan rohani dan jasmani. Sedangkan untuk
anggota siaga pilar yang digunakan untuk menanamkan pendidikan karakter
melalui Dwi darma, yang berbunyi sebagai berikut “ Siaga itu menurut
ayah dan bundanya, serta siaga itu berani dan tidak putus asa”.
Mengingat usia siaga masih senang dengan bermain, maka dalam menanamkan
norma pramuka melalui media permainan dan visual serta contoh dari
bunda dan ayahdanya.
Setiap item dalam sepuluh pilar tersebut
dijabarkan dalam satuan kecakapan khusus (SKK) yang menjadi alat untuk
mengetahui perkembangan kemampuan dan keterampilan dalam menerapkan
norma-norma yang ada. Bila anggota pramuka usia 11 hingga 25 tahun mampu
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari pilar norma yang ada, tentunya
akan menjadi kebanggaan bagi peserta didik itu sendiri. Sedangkan
anggota dewasa menjadi pembimbing dan memantau dalam menghayati dan
melaksanakan dikehidupan sehari-hari. Tidak setiap anggota dewasa
diperbolehkan menjadi pembimbing langsung anggota pramuka usia 7 s.d 25
tahun, karena pembimbing merupakan harus menjadi contoh bagi adik
didiknya. Untuk itu anggota pramuka dewasa yang diijinkan menjadi
pembina/pembimbing sudah menyelesaikan pelatihan kursus pembina pramuka
mahir dasar (KMD) serta KML. Dengan harapan adanya persepsi yang sama
di seluruh Indonesia tentang tata cara penanaman dan penumbuhan karakter
bangsa melalui kepramukaan. Sehingga hasilnya bisa dipertanggung
jawabkan.
Pola pembinaan antara anggota usia 7 s.d
10 dengan anggota pramuka usia 21 s.d.25 tahun disesuaikan atau tidak
sama. Semakin tinggi usianya semakin kecil keikut serta anggota dewasa
untuk mendampingi. Semakin kecil usianya keterlibatan pembina masih
besar bahkan adanya yang 90% pembina harus mendampingi, seperti pada
anggota pramuka siaga. Untuk itu khusus anggota siaga, panggilan pembina
bukan kakak tapi bunda dan ayahda. Hal ini sesuai dengan sistem among
yang digunakan dalam salah satu prinsip metode pendekatan di
kepramukaan.
Sistem among proses pendidikan kepramukaan
bertujuan membentuk peserta didik agar berjiwa merdeka, disiplin dan
mandiri dalam hubungan timbal balik antar manusia. Sistem among selalu
terimplimentasikan dalam kegiatan pramuka mulai tingkatan anggota siaga
hingga dewasa, dengan cara atau pola yang dipergunakan disesuaikan
dengan usia peserta didik, sehingga memudahkan dalam menanamkan karakter
bangsa dan dapat tersimpan lama dalam memory pikiran. Terdapat 3
prinsip dalam sistem among, yaitu di depan menjadi teladan, ditengah
membangun kemauan dan di belakang mendorong dan memberikan motivasi
kemandirian.
Makna yang diatas, untuk anggota siaga ketergantungan ke
pembina masih besar sebanyak 90%, sehingga pembina menjadi sentra atau
contoh bagi anggota siaga. Sedangkan anggota penggalang tingkat
ketergantungan ke pembina sebesar 60%. Pembina masih menjadi sentra
dalam kegiatan pramuka, namun semakin tinggi tingkat penggalang semakin
besar tingkat mandiri. Di dalam penggalang ada tiga tingkatan, yaitu
mula, trap dan trampil.
Ketergantungan pembina semakin kecil pada anggota penegak dan
pandega hanya 10 %, karena anggota pramuka penegak dan pandega sudah
cukup dewasa utamanya pada pandega, sehingga bisa melaksanakan kegiatan
pramuka secara mandiri, pembina hanya berfungsi sebagai motivator dan
konsultan program.
Dengan adanya sistem among tersebut, karakter anggota pramuka
sudah terpantau sejak usia 7 tahun dan terus dipantau sampai berhenti
menjadi anggota pramuka. Sedangkan anggota dewasa, untuk memantapkan
penanaman karakter melalui jenjang kursus, mulai kursus pembina pramuka
mahir dasar dan lanjut hingga jenjang kursus pelatih pembina pramuka
tingkat dasar hingga lanjut.
Bila anggota sudah mencapai tingkatan Kursus Pelatih Pembina
Pramuka Tingkat Lanjut (KPL) maka diharapkan sudah mendarah daging norma
tentang kepramukaan, sehingga bisa menjadi contoh tauladan di
masyarakat.
Penutup
Pendidikan karakter saat ini memang harus segera dilakukan,
mengingat perkembangan masyarakat yang berjalan. Karakter budaya
Indonesia yang sudah dikagumi bangsa lain jangan sampai pupus oleh
gesekan mental generasi muda yang lebih menyenangi budaya asing. Namun
dengan budaya asing yang masuk ke Indonesia justru menjadi motivasi
untuk lebih mencintai budaya bangsa sendiri. Untuk itu pendidikan
karakter sudah tidak bisa di tunda lagi.(Hendi)
http://www.bppnfi-reg4.net/index.php/pendidikan-karakter-melalui-kepramukaan.html
Langganan:
Postingan (Atom)