Rabu, 30 Maret 2011

SEJARAH KELAPA SAWIT


Kelapa sawit (Elaeis guinnensis Jack) merupakan tumbuhan tropis yang dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang diperkirakan berasal dari Nigeria (Afrika Barat) karena pertama kali ditemukan di hutan belantara negara tersebut. Brazil dipercaya sebagai tempat dimana pertama kali kelapa sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika Equatorial, Asia Tenggara dan Pasifik selatan. Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Palmae.


Kelapa sawit pertama masuk ke Indonesia pada tahun 1848, dibawa dari Mauritius dan Amsterdam oleh seorang warga Belanda. Bibit kelapa sawit yang berasal dari kedua tempat tersebut masing-masing berjumlah dua batang dan pada tahun itu juga ditanam di Kebun Raya Bogor. Saat itu Johannes Elyas Teysmann yang menjabat sebagai Direktur Kebun Raya. Hasil introduksi ini berkembang dan merupakan induk dari perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara. Pohon induk ini telah mati pada 15 Oktober 1989, tapi anakannya bisa dilihat di Kebun Raya Bogor.
Hingga saat ini, dua dari empat pohon tersebut masih hidup dan diyakini sebagai nenek moyang kelapa sawit yang ada di Asia Tenggara. Sebagian keturunan kelapa sawit dari Kebun Raya Bogor tersebut telah diintroduksi ke Deli Serdang (Sumatera Utara) sehingga dinamakan varietas Deli Dura.
Perkebunan kelapa sawit pertama dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera Utara oleh Schadt seorang Jerman pada tahun 1911. Perkebunan kelapa sawit komersial pertama di Indonesia mulai diusahakan pada tahun 1911 di Aceh dan Sumatra Utara oleh Adrien Hallet, seorang berkebangsaan Belgia. Luas kebun kelapa sawit terus bertambah, dari 1.272 hektar pada tahun 1916 menjadi 92.307 hektar pada tahun 1938.

Ekspor minyak kelapa sawit dari Sumatra pertama kali dilakukan pada tahun 1919 dengan volume 576 ton dan dilanjutkan pada tahun 1923 dengan volume 850 ton. Sebagian areal perkebunan kelapa sawit di Sumatra pada mulanya dimiliki oleh masyarakat secara perorangan, namun dalam perkembangannya, kepemilikan perkebunan ini digantikan oleh perusahaan-perusahaan asing dari Eropa. Pada tahun 1957, pemerintah Republik Indonesia menasionalisasikan seluruh perkebunan milik asing dan selanjutnya menjadi perusahaan perkebunan milik negara. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus mengalami perkembangan, meskipun dalam perjalanannya juga mengalami pasang surut.

SEJARAH TENTANG KELAPA SAWIT DI INDONESIA

Saat ini, kelapa sawit sangat penting peranannya bagi perekonomian Indonesia. Sebagai komoditas strategis dalam memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri dan penghasil devisa terbesar diluar migas. Sungguhpun tanaman ini sangat cocok tumbuh dan berkembang di hampir seluruh wilayah Indonesia, tapi kelapa sawit bukanlah tanaman asli berasal dari Indonesia. Tanaman ini baru ditanam secara komersial sekitar tahun 1911.

Meskipun demikian, perkataan sawit sudah ada sejak lama. Beberapa tempat atau desa di Jawa sudah ada yang menggunakan nama “sawit” sebelum kelapa sawit masuk ke Indonesia pada tahun 1848, ketika itu ditanam di Kebun Raya Bogor. Dalam bahasa Jawa Kawi “sawit” artinya sidhakep (kalung). Nama lain dalam bahasa Jawa adalah kelapa sewu dan dalam bahasa sunda sering disebut sebagai salak minyak atau kelapa ciung.

Kebun kelapa sawit pertama dibuka pada tahun 1911 di Tanah Itam Ulu oleh Maskapai Oliepalmen Cultuur dan di Pulau Raja oleh Maskapai Huilleries de Sumatera-RCMA, Sumatera Utara. Kemudian oleh Seumadam Cultuur Mij, Sungai Liput Cultuur Mij, Mapoli, Tanjung Genteng oleh Palmbomen Cultuur Mij, Madang Ara Cultuur Mij, Deli Muda oleh Huilleries de Deli, dan lain-lain. Semua perkebunan tersebut berlokasi di Sumatera Utara. Sampai tahun 1915, luas arealnya baru mencapai 2.715 ha yang ditanam bersamaan dengan kultura lainnya seperti kopi, karet, kelapa dan tembakau.

Pada tahun 1916 sudah ada 16 perusahaan di Sumatera Utara dan 3 perusahaan di Jawa. Kemudian pada tahun 1920, sudah ada sebanyak 25 perusahaan yang menanam kelapa sawit di Sumatera Timur, 8 di Aceh dan 1 di Sumatera Selatan yaitu Taba Pingin dekat Lubuk Linggau. Sampai tahun 1939 telah tercatat sekitar 66 perkebunan dengan luas areal sekitar 100.000 ha. Maskapai utama yang tercatat adalah HVA, RCMA, Socfindo, Asahan Cultuur Mij, LCB Mayang, Deli Mij dan Sungai Liput Cultuur Mij.

Masa penjajahan Jepang merupakan masa suram bagi perkembangan perkebunan di Indonesia, dimana ekspor terhenti. Dan banyak kebun kelapa sawit diganti dengan tanaman pangan dan pabrik-pabrik tidak berjalan. Pada tahun 1947 kebun-kebun tersebut dikembalikan kepada pemiliknya semula. Setelah diinventarisir hanya 47 kebun saja yang dapat dibangun kembali dari 66 kebun sebelumnya. Beberapa kebun mengalami kehancuran total seperti Taba Pingin dan Oud Wassenar di Sumatera Selatan.Ophir di Sumatera Barat, Karang Inou di Aceh dan beberapa kebun di Riau.

Karena berbagai gangguan keamanan dan pergolakan politik waktu itu, maka upaya merehabilitasi oleh pemiliknya tidak banyak membawa hasil. Hal ini terlihat dari luas areal yang tidak bertambah. Sampai tahun 1957, luas areal kelapa sawit hanya 103.000 ha dengan produksi 160.000 ton minyak sawit. Berarti produktivitas per ha yang sangat rendah, hanya 1,9 ton, padahal sebelum perang, produktivitas sudah mencapai 3 ton.

Periode 1957 s/d 1968 merupakan era baru dalam perkembangan usaha perkebunan. Dalam periode ini terjadi beberapa kejadian penting antara lain, 1) ambil alih atau nasionalisasi perusahaan perkebunan Belanda oleh pemerintah pada 10 Desember 1957. Hal ini dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian RI No.229/UM/1957. Kemudian diikuti ambil alih perusahaan milik pengusaha Inggris, Perancis, Belgia, Amerika, dll. Namun kemudian dikembalikan lagi pada tanggal 19 Desember 1967. 2) Reorganisasi perusahaan perkebunan negara (PNP/PTP) yaitu pada tahun 1957 – 1960 dengan pembentukan PPN Baru disamping PPN Lama yang sudah ada sebelumnya. Keduanya digabung pada tahun 1961-1962. Selanjutnya dibentuk organisasi baru berdasarkan komoditas seperti karet, aneka tanaman, tembakau, gula, dan serat. Hal ini berjalan sejak tahun 1963 sampai dengan 1968.

Masa itu adalah masa sulit, karena kultur teknis dan manajemen perkebunan kurang terkendali sebagai akibat suramnya perekonomian nasional dan pergolakan politik. Dan dengan pulihnya masalah keamanan dan politik setelah penumpasan G-30-S PKI serta munculnya kembali semangat membangun dari para pelaksana di lapangan (planters) banyak mengundang perhatian investor asing seperti Bank Dunia, ADB dan lain-lain untuk membantu pembangunan dan pengembangan kebun.

Program Pembangunan Lima Tahun (Pelita) yang dimulai tahun 1968 telah banyak membawa kemajuan. Pembukaan areal baru diluar areal tradisionil (Sumut, Aceh da Lampung) terus terjadi. Upaya pengembangan perkebunan besar swasta yang banyak terlantar terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan. Dengan menyediakan fasilitas kredit dari Bank, mulai dilancarkan Program Pengembangan Perkebunan Besar Swasta Nasional Tahap
I tahun 1977-1981 (PBSN I). PBSN II mulai 1981 s.d 1986 dan PBSN III mulai 1986 s.d 1989. Program ini berjalan cukup baik, disamping diversifikasi pengolahan (industri hilir) juga berkembang, sehingga bukan saja CPO yang dihasilkan tetapi juga produk lainnya seperti RBD Olein, Crude Stearin, Fatty Acid, dll.

Sementara itu, masyarakat tani mendapat kesempatan untuk mengelola perkebunan kelapa sawit melalui program Perusahaan Inti Rakyat (PIR-Bun). Dalam sistim PIR, perusahaan perkebunan besar sebagai inti ditugaskan untuk membangun dan memasarkan hasil kebun petani plasma. Sedangkan petani plasma harus mengelola kebunnya dengan baik dan memasarkan hasilnya melalui perusahaan inti.

Melihat perkembangan dan prospek kelapa sawit yang menjanjikan, saat ini usaha perkebunan kelapa sawit banyak diminati oleh investor. Masyarakat, terutama disekitar lokasi perkebunan, dengan swadaya sendiri juga semakin banyak yang mengusahakan kelapa sawit. Pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menyediakan lapangan kerja, sejak tahun 2006 telah mencanangkan Program Revitalisasi Perkebunan, dimana kelapa sawit adalah salah satu komoditas yang masuk didalam program revitalisasi tersebut. Perkembangan kelapa sawit yang konsisten dan berkelanjutan akan menjadikan Indonesia sebagai produsen minyak kelapa sawit nomor satu di dunia. (Sumber : Media Perkebunan Cyber)

Selasa, 29 Maret 2011

Indonesia: Government proposes 21 million hectares of plantations to meet climate targets

There are two realities in the forestry sector in Indonesia. In one, the forests continue to be destroyed, peatswamps are drained, forests are logged, burned and replaced by industrial tree plantations. Indigenous Peoples' and local communities' rights are bulldozed along with the forests. Meanwhile, in the other reality, trees are planted, forests are restored and greenhouse gas emissions will soon become a thing of the past.
Occasionally, these two realities collide. In December 2009, Cornelis, the Governor of West Kalimantan, was giving a speech about the government's "One Man, One Tree" campaign, but was repeatedly interrupted by the noise of logging trucks loaded with newly logged timber on the nearby Trans-Kalimantan highway. "I'm making a speech about the tree-planting movement and a truck carrying piles of timber passes by," the Jakarta Globe reported him as saying. "If we ask the drivers, I don't think they will have permits," he added. After four trucks had interrupted him, Cornelis asked the police to stop any more logging trucks for driving past. Just until he finished his speech.
In September 2009, Indonesia's President, Susilo Bambang Yudhoyono, told a G-20 summit in the USA that Indonesia "will change the status of our forests from that of a net emitter sector to a net sink sector by 2030." He also announced that Indonesia planned to cut its emissions by 26 per cent against business as usual by 2020.
Yudhoyono repeated the 26 per cent target during the climate negotiations in Copenhagen. "During the talks Indonesia said that it was seriously committed to reducing carbon emissions by 26 percent by 2020, however, the President lied about his seriousness," Walhi's forest campaigner, Teguh Surya, told the Jakarta Post.
As Indonesia's forests burn, the government is looking forward to massive expansions in the oil palm and pulp and paper industries: the two industries directly and indirectly responsible for many of the fires. There are plans for 20 million hectares of new oil palm plantations and 9 million hectares of new pulpwood plantations. And the Forestry Ministry plans to hand over 2.2 million hectares of forest to mining companies over the next ten years. Bad as all this is, things could soon get much worse.
On 6 January 2010, Zulkifli Hasan, Indonesia's Forestry Minister, revealed the government's cunning plan for meeting its emissions target: 21 million hectares of "new forest". "If the scenario described proceeds, if the planting proceeds, we can reach more than 26 percent," Hasan told journalists in Jakarta. An area of 500,000 hectares is to be planted each year, at a cost of US$269 million.
Of course, the 21 million hectares of "new forest" will not be forest at all. It will be plantations. That's 20 million hectares of oil palm plantations, 10 million hectares of pulpwood plantations and 21 million hectares of carbon plantations. A total of 51 million hectares of proposed plantations.
Indonesia has an appalling record of corruption and fraud associated with plans to promote plantations. A report published recently by the Centre for International Forestry Research (CIFOR) looks in detail at the Indonesian government's Reforestation Fund, which started in 1989 under the Soeharto dictatorship. Much of the money went to companies with close ties to political elites. The companies cleared forest, lied about the area planted, invested little in the area and pocketed the cash. A 1999 audit by Ernst and Young found that more than US$5 billion was lost from the reforestation fund between 1993 and 1998. The audit was not released publicly.
In addition to the money sloshing around for the proposed plantations, vast sums of money could pour into Indonesia through REDD schemes. According to a report by the Indonesian Forest Climate Alliance, Indonesia could receive US$4.5 billion a year if it were to reduce deforestation by 30 per cent. Christopher Barr, co-author of the CIFOR report, points out that the situation has improved since the fall of Soeharto in 1998. But without improved financial oversight, "The problems that have plagued the Reforestation Fund over the last 20 years are likely to reoccur," Barr told Reuters. The CIFOR report notes that "During both the Soeharto and the post-Soeharto periods, weak financial management and inefficient administration of revenues by government institutions at all levels undermined effective use of the Reforestation Fund."
The Indonesian government's enthusiasm for REDD provides another example of two realities existing in parallel. In the fake reality of REDD proponents, corruption will disappear. Palm oil and pulp and paper companies will be paid not to destroy an area of forest without using the money to expand their destructive operations elsewhere. By putting a price on carbon, forests will be worth more standing than logged - that's the theory. But for this to work, the price of carbon offsets will have to be higher than the price of palm oil. This is extremely unlikely to happen (and impossible to predict) over the lifetime of a REDD project. What is certain is that deforestation will continue as long as the government encourages the expansion of the industries responsible for destructing the forests.
edited: Hendi 20011
By Chris Lang, http://chrislang.org

Sejarah Batak

Sejarah Batak

Sabtu, 26 Maret 2011

Kecamatan Bosar Maligas: Web Kecamatan Bosar Maligas

Kecamatan Bosar Maligas: Web Kecamatan Bosar Maligas: "Dalam rangka membagikan informasi kepada masyarakat Kecamatan Bosar Maligas, dengan ini saya membuat sebuah blog yang berisi segala informas..."

Jumat, 18 Maret 2011

Daftar Peserta UN MAS Darul Falah TP 2010/2011

Nomor Nama Lengkap L/P Tempat Lahir Tgl. Lahir Jurusan
Urut Induk NISN
1 2 3 4 5 6 7 8
1 0817 9931680459 DAHLIANA RAMBE P Pagaran 13 Agustus 1993 A
2 08225 9930809548 DESSY RAHMATIKA MUNTHE P Malindo 01 Desember 1993 A
3 08486 9931680455 DARAJAD DARIAL SIREGAR L Simpang Maropat 5 Juli 1993 A
4 08525 9915315197 NURHAMIMAH HASIBUAN P Simangambat Jae 26 Oktober 1991 A
5 08997 9920806487 AMELIA YUHANNIE DALIMUNTHE P Langgapayung 14 Februari 1992 A
6 08998 9926979298 AMI MARLINDA RITONGA P Sabungan 03 Desember 1992 A
7 081006 9931680461 DWI INDAH PRATIWI P Rantauprapat 14 Agustus 1993 A
8 081009 9926678136 ERNITA PURNAMA MAYASARI HARAHAP P Langgapayung 20 Mei 1992 A
9 081010 9931680453 HAMIMAH SARAGIH P Langgapayung 01 Juni 1993 A
10 081012 9947877891 HASBI ANSARI SIREGAR L Ujung Lombang 22 Mei 1994 A
11 081014 9920806486 HAWARI INSAN HRP P Sinar Bulan 5 Februari 1992 A
12 081019 9937150697 JAINUL ARIPIN HASIBUAN L Simpang Meropat 28 April 1993 A
13 081020 9936930865 JALALUDDIN L Simpang Limun 15 Januari 1993 A
14 081022 9926678117 JASPEN ANGGASTANA DALIMUNTHE L Langgapayung 14 Maret 1992 A
15 081023 9926678155 KHOIRUL AJMI SIREGAR L Langgapayung 24 Agustus 1992 A
16 081024 9926678120 KHOLIJA TANJUNG P Simpang Meropat 28 Maret 1992 A
17 081025 9931680450 LATIFAH HANUM P Lubuk Pakam 13 Maret 1993 A
18 081026 9937118857 MAHMUDDIN HASIBUAN L Aek Korsik 10 Mei 1993 A
19 081027 9931680456 MARWIYAH P Ranto Bomban 10 Juli 1993 A
20 081026 9931680448 M. RIVAI ALAM SIREGAR L Langgapayung 16 Januari 1993 A
21 081030 9931680451 MUSNILA WAHYUNI P Hajoran Jae 28 Mei 1993 A
22 081033 9920806492 NENNI P Aek Tinga 26 Juli 1992 A
23 081035 9920640316 NURHAYANI SIREGAR P Langgapayung 4 Januari 1992 A
24 081036 9931680457 NURSADARIAH HARAHAP P Situmbaga 18 Juli 1993 A
25 081037 9931680460 RAHMI AMANDA HARAHAP P Langgapayung 13 Agustus 1993 A
26 081042 9926678159 RASINA SIREGAR P Bolatan 9 September 1992 A
27 081043 9937118872 RIDAWATI HARAHAP P Sungai Tolang 22 Juni 1993 A
28 081044 9937118864 RINI SUSANTI SIREGAR P Sibadar 5 Juni 1993 A
29 081045 9915135253 ROFIDAH HASANAH TANJUNG P Ranto Jior 13 Juli 1993 A
30 081049 9937118835 SITI AISYAH P Huta Godang 21 Pebruari 1993 A
31 081050 9926317161 SITI MARYAM BELLINA HARAHAP P Batangbaruhar Julu 2 Pebruari 1992 A
32 081052 9920806491 SU'AIBAH SIREGAR P Rantojior 20 Juli 1992 A
33 081053 9937118840 SYARINAH TANJUNG P Langgapayung 17 Maret 1993 A
34 081055 9937151331 USWAINI ZAHARA HASIBUAN P Batanggogar 5 Agustus 1993 A
35 081060 9936979025 RUKIYAH P Sidonok 10 Pebruari 1993 A
36 081310 9920806495 ADE IRMA YANTI P Langga Payung 30 Desember 1992 A
37 088482 9937118880 MUAMMAR HARAHAP L Sabungan 29 Juli 1993 A
38 08228 9931586122 FERA AYU NINGSI P Pematang Siantar 23 Pebruari 1993 S
39 08995 9937118825 ABDUL HANIP HARAHAP L Martopotan 17011993 S
40 08996 9926678156 AFRIDA HANUM SIREGAR P Martopotan 28081992 S
41 008999 9925212291 AMIR HAMJAH L Ranjior 14 Juli 1992 S
42 081000 9920640335 ASBUNGA HARAHAP P Padang Baringin 19 Agustus 1992 S
43 081001 9926678133 AZIJAH TUSSOLIHAH SIREGAR P Ujung Padang 4 Mei 1992 S
44 081002 9920640323 AZRUL ANWAR HARAHAP L Langgapayung 9 April 1992 S
45 081004 9937118884 DIANA P Petuaran Hilir 17 Agustus 1993 S
46 081007 9915298299 EKA SUSANTI P Rantojior 6 Juni 1992 S
47 081008 9920806469 ERLIZAWATI NASUTION P Martapotan 16 September 1992 S
48 081011 9937118830 HANAFI SIREGAR L Martopotan 01021993 S
49 081013 9926551598 HASRIATI HASIBUAN P Ujung Batu Julu 03 Januari 1992 S
50 081017 9925212291 IRMA SURYANI SIREGAR P Ujung Padang 17 Juli 1993 S
51 081018 9937118899 IRPAN MAULADI L Baganbatu 23 September 1993 S
52 081021 9928492788 JARIYAH P Kisaran 18 Juli 1992 S
53 081028 9937118853 MIBTA USSYAADAH SIREGAR P Batanggogar 3 Januari 1992 S
54 081029 9931680463 MUNAWIR SAJALI L Ranto Jior 9 Nopember 1993 S
55 081031 9937118846 MUSTHOPA RAHMAN HARAHAP L Kota Pinang 10 April 1993 S
56 081034 9931680449 NOVITA SARI RITONGA P Rantauprapat 20 Januari 1993 S
57 081038 9937118871 RAJA INAL SIREGAR L PijorKoling 22 Juni 1993 S
58 081040 9915297978 RAJA SAHBELLA HASIBUAN L Ujung Batu Julu 17 Januari 1993 S
59 081041 9937118856 RANTINI P Martopotan 30 April 1993 S
60 081046 9937118874 RUDI HASIBUAN L Padang Sidimpuan 26 Juni 1993 S
61 081047 9920806493 RUSTAM ROJALI SIREGAR L Rantojior 27 Juli 1992 S
62 081048 9931680454 SINAI THURSINAI L Tapus Sibatang Kayu 18 Juni 1993 S
63 081051 9931680462 SRI MULIYANI P Sukadame 14 Agustus 1993 S
64 081054 9926678128 TONGKU APRIL L Pasir Lancat 20 April 1992 S
65 081056 9937118870 WAHYUDI HARNIADIN HARAHAP L Rantauprapat 29 Juni 1993 S
66 081057 9920806490 YAHYA TAMBAK L Ranto Bonban 5 Juni 1992 S
67 081058 9931680458 YANTI AGUS PITA HARAHAP P Sei Daun 12 Agustus 1993 S
68 081059 9937118866 ZULHAMMUDDIN PANJAITAN L Pijor Koling 7 Juni 1993 S
69 081061 9920806489 PAISAL SIREGAR L Sijantung Jae 25 April 1992 S
70 081308 9942725254 WAHYU CANDRA SIREGAR L Aek Korsik 25 Juli 1994 S
71 081431 9920808143 KHAIRUL ANWAR L Malindo 15 Mei 1992 S
72 082499 9917297721 AHMAD AKBAR SITUMORANG L Beringin Jaya 29 September 1991 S